Empat tahun lalu, sebuah gerakan kecil dari dunia mode Indonesia memulai langkahnya. Namanya PINTU Incubator, sebuah inisiatif yang bukan hanya tentang mencetak desainer muda, tetapi juga meretas batas-batas antar bangsa lewat karya, kreativitas, dan budaya. Hari ini, langkah itu telah menjelma menjadi lompatan besar. Dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta, PINTU merayakan refleksi perjalanannya sekaligus memperkenalkan babak baru: Residency Program, sebagai komitmen untuk semakin memperkuat jembatan kreatif antara Indonesia dan Prancis.
Sejak diluncurkan pada tahun 2022, PINTU Incubator telah menjadi rumah bagi para kreator muda yang ingin melangkah lebih jauh. Melalui kurasi ketat, mentoring profesional, hingga pertukaran budaya dan eksposur global, program ini telah menjaring lebih dari 10.000 brand, memilih 51 peserta, serta melibatkan 86 mentor, termasuk 33 dari Prancis. Semua itu adalah bukti nyata bahwa mimpi untuk membangun ekosistem fashion yang kuat dan terkoneksi dengan dunia bukan lagi sekadar wacana.
Tonggak penting lainnya terjadi pada 28 Mei 2025. Di Rumah Tradisional Kudus, Bentara Budaya, PINTU menandatangani nota kesepahaman dengan École Duperré Paris, salah satu institusi seni dan mode ternama Prancis. Penandatanganan yang disaksikan langsung oleh Menteri Kebudayaan Prancis Rachida Dati dan Chairman JF3 Soegianto Nagaria itu bukan hanya seremoni, tapi sebuah pernyataan: kolaborasi kreatif Indonesia – Prancis siap melangkah lebih jauh.

Thresia Mareta, Co-initiator PINTU Incubator sekaligus pendiri LAKON Indonesia, menyampaikan rasa syukurnya atas perhatian luar biasa dari pemerintah Prancis. Bahkan Presiden Emmanuel Macron secara khusus menyebut program PINTU dalam pidatonya di Candi Borobudur.
“Itu bukan sekadar pengakuan atas program kami,” ujar Thresia, “tetapi simbol kuat bahwa budaya, pendidikan, dan kreativitas bisa menyatukan dua bangsa.”
Di tahun keempat ini, PINTU Incubator melangkah lebih dalam melalui Residency Program, sebuah program residensi tiga bulan untuk desainer muda Prancis. Dalam program ini, mereka tidak hanya tinggal di Indonesia, tetapi juga mengalami langsung kekayaan budaya lokal, mempelajari batik di Jawa dan mengeksplorasi tenun tradisional di wilayah timur Indonesia. Dua desainer terpilih tahun ini, Kozue Sullerot dan Priscille Berthaud, saat ini tengah magang di LAKON Indonesia untuk menciptakan koleksi lintas budaya yang akan dipresentasikan di LAKON Store dan Premiere Classe Paris.
Menurut Theresia, Residency Program bukan hanya tentang pelatihan teknis.
“Ini adalah pengalaman profesional sekaligus personal yang membuka ruang dialog budaya yang lebih intim dan organik,”
Komitmen jangka panjang terhadap pengembangan industri mode lokal juga disuarakan oleh Chairman JF3, Soegianto Nagaria. Dalam pandangannya, PINTU adalah perpanjangan tangan dari visi besar JF3 selama lebih dari dua dekade, untuk memajukan talenta muda, pengrajin lokal, dan membuka ruang kolaborasi lintas industri dan negara.
“Kami tidak hanya merayakan kreativitas,” ujarnya, “tapi juga berinvestasi di dalamnya.”

Sebagai puncak selebrasi, PINTU Incubator akan menampilkan enam brand hasil inkubasi dalam panggung JF3 Fashion Festival 2025: CLV, Dya Sejiwa, Lil Public, Nona Rona, Rizkya Batik, dan Denim It Up. Koleksi mereka akan hadir dalam show kolaboratif “Echoes of the Future by PINTU Incubator featuring École Duperré” pada 27 Juli 2025 di Summarecon Mall Kelapa Gading. Kolaborasi ini juga melibatkan tiga siswa École Duperré Paris: Pierre Pinget, Bjorn Backes, dan Mathilde Reneaux, menegaskan kembali semangat lintas budaya yang menjadi ruh PINTU.
Lebih dari sekadar program pelatihan, PINTU Incubator kini menjelma menjadi simbol keberhasilan diplomasi budaya melalui fashion. Sebuah pintu yang terbuka lebar, menghubungkan generasi, membangun koneksi global, dan menyiapkan desainer Indonesia menembus dunia. Masa depan fashion Indonesia pun perlahan terajut: kolaboratif, berakar pada budaya, dan penuh visi.